KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan makalah mata kuliah psikologi
tentang adat kebiasaan masa persalinan.
Dalam kesempatan ini kami selaku
penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing
kami, teman – teman yang telah membantu dan
memberi dukungan terhadap kami
sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca
maupun dosen pembimbing sangat di harapkan demi perbaikan untuk masa-masa yang
akan datang.
Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Padang, juli 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan MasalahTujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Adat Kebiasaan Melahirkan
2.2 Emosi pada
Saat Hamil dan Proses Melahirkan
2.3 Faktor
Somatik dan Psikis yang Mempengaruhi Kelahiran
2.4 Kegelisahan
dan Ketakutan Menjelang Kelahiran
2.5 Reaksi
Wanita Hiper Maskulin dan Reaksi Wanita Total Pasif dalam Menghadapi Kelahiran
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa kelahiran itu bukan hanya merupakan proses yang
fisiologis belaka, akan tetapi banyak pula diwarnai komponen-komponen
psikologis. Jika seandainya kelahiran itu cuma fisiologis saja sifatnya,
dan kondisi organisnya juga normal, maka pasti proses berlangsungnya akan sama
saja di mana-mana dan pada setiap wanita, serta tidak akan mempunyai banyak
variasi. Sedang pada kenyataannya, aktivitas melahirkan bayi ini cukup bervariasi.
Dari yang amat mudah dan lancar sampai pada yang sangat sukar, baik itu normal
maupun abnormal dengan operasi SC dan lain-lain. Orang menyebutkan beberapa
faktor penyebab dari mudah sulitnya aktifitas melahirkan bayi, antara lain
ialah :
a) Perbedaan iklim dan lingkungan sosial, yang mempengaruhi fungsi-fungsi
kelenjar endokrin. Dan kelenjar endokrin ini sangat penting fungsinya pada saat
melahirkan bayi.
b) Cara hidup yang baik atau cara hidup yang yang sangat ceroboh dari wanita
yang bersangkutan, sebab cara hidup tersebut terutama cara hidup sexualnya
mempengaruhi kondisi rahim dan organ genitalnya.
c) Kondisi otot-otot panggul wanita.
d) Kondisi psikis/kejiwaan wanita yang bersangkutan.
Orang mendapatkan kesan, bahwa
sekalipun kini terdapat banyak kemajuan di bidang kebidanan dan kedokteran
untuk meringankan proses partus, namun kehidupan psikis wanita yang tengah
melahirkan bayinya itu sejak zaman purba hingga masa modern sekarang masih saja
banyak diliputi oleh macam-macam ketakutan dan ketakhayulan. Oleh karena itu, akan mempengaruhi emosi pada
saat hamil dan proses melahirkan yang menimbulkan kegelisahan
dan ketakutan menjelang kelahiran.
1.2 rumusan masalah
1.bagaimana cara menghadapai
psikologis masa persalinan?
2. apa yang menyebabkan ketakutan
dan kegelisahan masa persalinan?
1.3 tujuan
1.
untuk memberikan informasi kepada
wanita yang akan menghadapi masa persalinan.
2.
untuk mengetahui penyebab
ketakutan dan kegelisahan masa persalinan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Adat Kebiasaan Melahirkan
Banyak orang berspekulasi tentang mudah atau sulitnya aktivitas melahirkan
bayi, dengan memperbandingkan prosesnya dengan berbagai suku bangsa yang
mempunyai bermacam-macam budaya.
Penduduk pemeluk norma-norma tradisional secara ketat, wanita-wanita
primitif memiliki toleransi lebih besar terhadap penderitaan dan rasa sakit
ketika melahirkan bayinya. Dengan demikian proses melahirkan pada wanita-wanita
primitif itu lebih mudah dan lebih cepat. Dan proses-proses reproduksi pada mereka
itu kelihatannya lebih simpel-sederhana,
jika dibandingkan dengan proses reproduksi pada wanita-wanita modern
yang mengalami “proses degeneratif” diakibatkan oleh kebudayaan yang
memberikan banyak kemudahan dan kemanjaan, yang menyebabkan tubuh dan mentalnya
kurang terlatih untuk fungsi reproduksi atau melahirkan anak bayinya.
Banyak peneliti menyatakan, bahwa otot-otot panggul wanita-wanita primitif
itu lebih efisien dari pada otot panggul wanita modern yang serba “manja” sebab
wanita-wanita dengan kebudayaan primitif itu hidupnya lebih aktif dan kerjanya
jauh lebih berat guna menghadapi tantangan alam, jika dibandingkan dengan
wanita modern yang hidup dalam kebudayaan tinggi dengan macam-macam komfort dan
fasilitas. Kerja berat dan kehidupan aktif jelas memperkuat otot-otot
panggulnya, sehingga memudahkan proses kelahirannya. Sedang kebudayaan modern
yang tinggi sekarang ini menyebabkan timbulnya pengaruh yang sangat melemahkan
dan inhibitif terhadap otot-otot panggul juga terhadap aktifitas melahirkan
anak.
Misalnya, proses kelahiran pada wanita-wanita daerah Tenggger di pegunungan
bromo jarang berlangsung sangat lama. Biasanya berproses sekitar satu atau dua
jam saja. Pada beberapa suku-suku primitif di tanah batak daerah kalimantan
(suku dayak), Kubu (daerah sumatra selatan) dan di irian jaya serta suku-suku
primitif di benua Australia, proses kelahiran itu biasanya berlangsung beberapa
menit saja. Ibu yang baru melahirkan itu segera memandikan tubuhnya sendiri dan
bayi yang baru dilahirkannya di sungai yang paling dekat, lalu kembali pada
tugas pekerjaanya yang terpotong atau terganggu oleh aktifitas melahirkannya
tadi. Seolah-olah tidak ada suatu peristiwa penting yang terjadi pada dirinya.
Jika seorang wanita suku primitif yang tengah hamil itu tiba-tiba merasakan
tanda-tanda mau melahirkan, suatu saat ia akan melakukan perjalanan jauh maka
ia berhenti sebentar untuk menolong kelahiran bayi dan diri sendiri, lalu
meneruskan lagi perjalanannya sampai ia tiba di tempat yang ingin ditujunya.
Biasanya proses melahirkan itu banyak dipengaruhi oleh proses identifikasi
wanita yang bersangkutan dengan ibunya. Jika ibunya mudah melahirkan
anak-anaknya maka pada umumnya anak-anak gadisnya kelak juga mudah melahirkan
bayinya. Dengan demikian pengaruh-pengaruh psikologis ibu ikut memainkan
peranan dalam fungsi reproduksi anak perempuannya. Dan sebaliknya jika ibunya
banyak mengalami kesulitan sewaktu melahirkan anaknya maka anak gadisnya juuga
mengembangkan mekanisme sulit melahirkan bayinya. Maka proses identifikasi itu
tampaknya menyebabkan wanita yang bersangkutan menyerah mengikuti pola
melahirkan bayi yang dikembangkan oleh ibunya.
Fakta menunjukkan bahwa baik dikalangan wanita yang berkebudayaan primitif
maupun dikalangan wanita-wanita modern di kota-kota besar, sering kali
berlangsung peristiwa sebagai berikut : para wanita tersebut ada kalanya
dihadapkan pada gangguan-gangguan yang cukup serius dan macam-macam kesulitan
sewaktu mereka melahirkan bayinya. Kesulitan tersebut kadang kala mengakibatkan
wanita-wanita tadi menjadi invalid atau meninggal dunia. Proses kelahiran yang
sulit inilah yang mendorong orang untuk mengembangkan ilmu kebidanan dan
kedokteran, guna memperingan penderitaan para ibu yang tengah melahirkan
bayinya.
2.2 Emosi pada Saat Hamil dan Proses Melahirkan
Zaman mutakhir ini kepercayaan pada
kekuatan-kekuatan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang. Sebab
secara biologis, anatomis dan fsikologis, kesulitan-kesulitan pada peristiwa
partus bisa dijelaskan dengan alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas
(keluar-kebisaan). Namun dalam abad ilmiah dengan semua kemajuan ilmu
pengetahuan dan filsafat-filsafat materialistis ini, bentuk kuntilanak dan
setan demon jahat yang membarengi kelahiran bayi kemudian tampil dalam bentuk
baru, yaitu berupa :
Kecemasan
dan ketakutan. Oleh rasa berdosa ini wanita yang bersangkutan merasa amat takut
kalau-kalau nantinya ia melahirkan bayi yang cacad jasmaniah dan lahiriahnya.
Kita bisa memahami, bahwa lancar
atau tidaknya proses kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis,
khususnya kondisi wanita yang bersangkutan. Namun kita juga mengerti bahwa
hampir tidak ada tingkah laku manusia dan proses biologisnya yang tidak
dipengaruhi oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin
dalam kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan mudah capai, tidak nyaman badan, tidak bisa
tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas, dan macam-macam beban
jasmaniah lain lainnya di waktu kehamilannya.
Semua
pengalaman tersebut di atas pasti mengakibatkan timbulnya rasa rasa tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan
material psikis lainnya.
Lagi
pula semua keresahan hati serta konflik-konflik batin yang lama-lama, kini
menjadi akut dan intensif kembali dengan bertambahnya beban jasmaniah selama
mengandung; lebih-lebih pada saat mendekati kelahiran bayinya.
2.3 Faktor Somatik dan Psikis yang Mempengaruhi Kelahiran
Setiap proses biologis dari
fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu
sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau
justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada
:Interdependensi di antara faktor-faktor somatis ( jasmaniah) dengan
faktor-faktor psikis. Jadi pada
fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh
elemen-elemen psikis.
Dengan
demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman emosional di
masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan
mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada
umumnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita
yang tengah melahirkan. Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak
mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab
mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau
tegang dan capai untuk memperhatikan kehidupan psikis wanita partus tadi. Pada
umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai, apabila
bayinya sudah lahir dengan selamat, dan ibunya tidak menunjukan tanda-tanda
patologis atau kelainan-kelainan kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera
melakukan intervensi (pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh
sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat tanda-tanda kelaianan pada kehamilan.
Sebab mereka sama sekali tidak mengharapkan terjadinya proses partus yang abnormal.
Bahkan ada kalanya para dokter melakukan pembedahan dan menerapkan hipnose
untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka
tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang
spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern,
berkat bantuan alat-alat kebidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yag
bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa
mendapatkan wawasan tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah
melahirkan bayinya secara spontan. Yaitu memperhatikan: Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan
yang paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya, Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama
kali.
Untuk memperoleh sedikit pengertian
tentang situasi psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase
terakhir dari masa kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan
beberapa tanda-tanda pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi,
uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada setiap luapan emosi yang disebabkan
oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul kontraksi-kontraksi dalam kandungan
yang hampir mirip dengan kontraksi mau melahirkan. Rahim yang menurun itu
mengakibatkan :
Tekanan-tekanan
yang semakin terasa berat di dalam perut, ketegangan-ketegangan batin, dan
sesak nafas ( sulit bernafas).
Bahkan bagi wanita yang paling sehat
sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat
dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu
kegerahan, duduk- berdiri–tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak
sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu
dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat
diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini
mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban
jasmaniah selama minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak
gangguan psikis, dan pada akhirnya merenggangkan runitas ibu
anak yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan
organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula
semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini
menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di warnai oleh
”sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan
dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan
dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya
beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik,
ego wanita yang tengah hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu
letih lahir-batinnya. Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anakny jadi terpecah,
sehingga polaritas aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi)
menjadi semakin jelas. Timbulan dualitas perasaan, yairu:
1)
Harapan-cinta-kasih; dan
2)
Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada
dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau
lama manjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek
kesayangan”.
Maka selama minggu-minggu terakhir
kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan
janinnya cepat cepat. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam
batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu
merupakan ekspresi dari kepuasaan-diri yang narsistis (dan lindungi janin) yang
sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang narsistis ini
cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara
ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan
bayinya; sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau
mengundurkan kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan
peristiwa tadi, disebabkan oleh :
Fantasi tentang bakal-bayinya yang
segera lahir sebagai objek-kasih sayang, ditambah dengan Beban fisik oleh
semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “
melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis, sehingga
kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang menang,
mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature ( lahir sebelum waktunya).
Sebaliknya, jika: Unitas yang
narsitis dari sang ibu berupa kesombongan untuk mempertahankan dan memiliki
janin yang unggul, Ditambah dengan kecemasan ibu kalau kalau bayinya nanti
tidak mendapatkan jaminan keamanan jika sudah ada diluar rahim ibunya, lagi
pula Ibu tersebut merasa tidak/belum mampu memikul tanggung jawab baru sebagai
ibu muda, maka masa kehamilan itu akan jadi lebih panjang/lama. Dengan
kata-kata lain, muncullah kecenderungan yang sangat kuat untuk memperpanjang
kehamilan.
Ada rasa-melekat yang kuat terhadap
status quo dan timbul pula banyak kecemasan yang akan berkembang menjadi
disharmoni atau pecahnya unitas ibu-anak. Muncul pula ketakutan menghadapi
kaesakitan dan risiko bahaya melahirkan bayinya. Semua peristiwa ini merupakan
hambatan untuk mengakhiri masa kehamilan, dan terjadilah perpanjangan masa
kehamilan.
Selanjutnya, disharmoni pada
unitas relasi ibu anak pada minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menjadi
prelude dari proses pemisahan (bayinya terpisah dari ibunya, keluar dari rahim
ibu) yang permanen. Secara sadar, amat banyak wanita yang mendambakan anak
pertamanya adalah laki-laki. Sebab banyak sekali tersembunyi dalam dambaan
tersebut keinginan untuk “ lahir kembali sebagai laki-laki”, sebagai proses
penyempurnaan dirinya. Sebab laki-laki adalah lambang dari hidup serta keperkasaan. Juga sang ayah dan
kakek biasanya mengharapkan, agar anak dan cucu pertama adalah laki-laki,
sebagai lambang dari :
-
Kelahiran kembali diri mereka
-
Dan sebagai tanda keabadian kepriaannya.
Banyak pula wanita yang mengikuti
pola harapan semacam ini, sebagai tanda cinta-kasihnya terhadap suami. Motivasi
utama yang terselip di dalamnya adalah penghargaan yang dikaitkan pada
hari-hari mendatang; yang pada diri anak lelakinya-lah wanita tersebut mendambakan
hadirnya seorang pria yang bisa mengasihi dan melindungi dirinya, terutama jika
ia sudah menjadi tua renta.
Berbareng dengan dambaan anak lelaki
sebagai anak pertama, sering pula dambaan tersebut disertai keinginan untuk
memperoleh anak perempuan yang cantik jelita, dan melebihi segala kualitas
sendiri ( melebihi ibunya). Agak aneh tampaknya, bahwa wanita hamil itu sering
mimpi melahirkan anak laki-laki yang jelek rupanya. Sedang jika yang diharapkan
lahir anak perempuan, maka anak tersebut hendaknya berwajah cantik dan
gemilang.
Di sini tampaknya terdapat relasi
yang ambivalen terhadap suaminya, yang mengandung unsure perasaan-perasaan
majemuk, yaitu : “ inilah anakmu yang ku-lahirkan. Dia gagah kokoh perkasa,
namun sama jeleknya dengan wajahmu”. Sebab jauh dibalik ketidaksadarannya,
setiap wanita itu mengharapkan agar wajah suaminya itu “tampak” tampan bagi
isterinya saja, dan didoakan “tampak buruk” di mata wanita lain. Dengan
demikian tidak terdapat resiko suaminya akan direbut oleh wanita lain. Sedang
semua mimpi tentang anak perempuan yang akan dilahirkan, pastilah berwajah
cantik, persis harapannya sendiri mengenai wajah pribadi ibu itu sendiri dan
wajah anak perempuan yang bakal dilahirkan.
Mimpi-mimpi tentang bayi yang akan
lahir itu tidak selamanya indah wajahnya dan bernada optimistis. Sebab ada
kalanya ibu hamil tersebut mimpi melahirkan seekor monster, anak yang cacad,
anak idiot atau pincang. Sehingga mimpi tersebut menimbulkan banyak ketakutan
dan kecemasan, yang semakin jadi. Memuncak pada minggu terakhir masa kehamilan.
Biasanya setiap wanita-wanita yang pernah melakukan abortus dengan sengaja atau
pernah mengalami keguguran - dalam mana ia merasa bertanggung jawab atas
terjadinya peristiwa keguguran tersebut - , sering dihinggapi oleh mimpi-mimpi
yang menakutkan itu.
Ada kalanya wanita-wanita tersebut
mimpi ditarik oleh dua kekuatan atau dua pribadi yang bertolak belakang arah
tujuannya, atau diancam oleh dua macam bahaya secara simultan. Sehingga
mimpi-mimpi buruk itu sangat menggangguketenangan batinnya. Namun di antara
semua muimpi buruk tersebut toh senantiasa terselip harapan-kegembiraan dan
antisipasi kasih sayang pada bayinya yang bakal lahir.
2.4 Kegelisahan dan Ketakutan Menjelang Kelahiran
Pada setiap wanita, baik yang
bahagia maupun yang tidak bahagia, apabila dirinya jadi hamil pasti akan
dihinggapi campuran perasaan, yaitu rasa kuat dan berani menanggung segala
cobaan, dan rasa-rasa lemah hati, takut, ngeri; rasa cinta dan benci;
keragu-raguan dan kepastian; kegelisahan dan rasa tenang bahagia; harapan
penuh kabahagiaan dan kecemasan, yang semuanya menjadi semakin intensif pada
saat mendekati masa kelahiran bayinya.
Sebab-sebab semua kegelisahan dan
ketakutan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Takut mati
2. Trauma kelahiran
3. Perasaan bersalah/berdosa
4. Ketakutan riil
Takut mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu
adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak kalis
dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang normal sekalipun
senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat peristiwa inilah yang
menimbulkan ketakutan-ketakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya
sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan. Inilah penyabab pertama.
Pada saat sekarang perasaan takut
mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu dilebih-lebihkan, berkat adanya
metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam bahaya pada proses
kelahiran. Dan berkat adanya kemajuan ilmu kebidanan serta pembedahan untuk
mengatasi anormali-anormali anatomi anatomis.
Trauma kelahiran
Trauma kelahiran ini berupa
ketakutan kan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ketakutan
“hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
Ketakutan berpisah ini ada
kalanya menghinggapi seorang ibu yang merasa amat takut kalau-kalau bayinya
akan terpisah dengan dirinya. Seolah-olah ibu tersebut menjadi tidak mampu
menjamin keselamatan bayinya. Trauma genetal tadi tampak dalam bentuk
ketakutan untuk melahirkan bayinya.
Perasaan bersalah/berdosa
Perasaan bersalah atau berdosa
terhadap ibunya.
Pada setiap fase perkembangan
menuju pada feminitas sejati, yaitu sejak masa kanak-kanak, masa gadis cilik,
periode pubertas, sampai pada usia adolesensi, selau saja gadis yang
bersangkutan diliputi emosi-emosi cinta-kasih pada ibu yang kadangkala juga
diikuti rasa kebencian, iri hati dan dendam.
Bahkan juga disertai keinginan untuk membunuh adik-adik atau saudara
sekandungnya yang dianggap sebagi saingannya. Peristiwa “ingin membunuh” itu
kelak kemudian hari diubah menjadi hasrat untuk memusnahkan janin atau bayinya
sendiri, sehingga berlangsung keguguran kandungannya.
Dalam semua aktivitas reproduksinya,
wanita itu banyak melakukan identifikasi
terhadap ibunya. Jika identifikasi ini menjadi salah bentuk, dan wanita tadi
banyak mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap
ibunya, maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi
sebagai ibu yang bahagia; sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh
rasa berdosa.
Perasaan berdosa terhadap ibu ini
erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut
melahirkan bayinya. Oleh karena itu kita jumpai adat kebiasaan sejak zaman
dahulu sampai masa sekarang berupa:
ü Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalu ibunya (nenek sang bayi)
menunggui dikala ia melahirkan bayinya.
ü Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada saat anaknya
melahirkan oroknya.
Ketakutan riil
Pada saat wanita hamil, ketakutan
untuk melahirkan bayinya itu saat bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret
lainya. Misalnya:
a)
Takut kalau-kalau bayinya akan
lahir cacad, atau lahir dalam kondisi yang patologis;
b)
Takut kalau bayinya akan bernasib
buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri di masa silam.
c)
Takut kalau beban hidupnya akan
hidupnya akan menjadi semakin berat oleh lahirnya sang bayi
d)
Muncunya elemen ketakutan yang
sangat mendalam dan tidak disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya;
e)
Takut kehilangan bayinya yang
sering muncul sejak masa kehamilan sampai waktu melahirkan bayinya. Ketakutan
ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdoa atau bersalah.
Ketakutan mati yang sangat mendalam di kala melahirkan bayinya itu disebut ketakutan
primer; biasanya diberangi dengan kekuatan-kekuatan superfisial (buatan,
dibuat-buat) lainnya yang berkaitan dengan kesulitan hidup, disebut sebagai
kekuatan sekunder.
Kekutan primer dari wanita hamil
itu bisa menjadi semakin intensif, jika ibunya, suaminya dan semua orang yang
bersimpati pada dirinya ikut-ikutan menjadi panik dan resah memikirkan nasib
keadaaanya. Oleh karena itu, sikap mengartinya, karena bisa membrikan dan
melindungi dari suami dan ibunya itu sangat besar artinya, karena bisa
memberikan support moril pada setiap konflik batin, keresahan hati dan
ketakuan, baik yang riil maupun yang iriil sifatnya.
Segala macam ketakutan tadi
menyebabkan timbulnya rasa-rasa pesimistis dan beriklim “hawa kematian”. Namun
dibalik semua ketakutan tersebut, selalu saja terselip harapan-harapan
yang menyenangkan untuk bisa dengan segera dengan menimmang dan membelai bayi
kesayangan yang bakal lahir. Harapan ini menimbulkan rasa-rasa optimistis, dan
beriklim “hawa kehidupan”, spirit dan gairah hidup. Perasaan positif ini
biasanya dilandasi oleh pengetahuan intelektual, bahwa sebenarnya memang tidak
ada bahaya-bahaya riil pada masa kehamilan dan saat melahirkan bayinya. Dan
bahwa dirinya pasti selamat hidup (survive), sekalipun melalui banyak kesakitan
dan dera-derita lahir dan batin. Karena itu pada calon ibu-ibu muda itu perlu
ditempakan
Ø Kesiapan mental menghadapai tugas menjadi hamil dan melahirkan bayinya
Ø Tanpa konflik-konflik batin yang serius dan rasa ketakutan
Banyak wanita dan anak gadis pada
usia jauh sebelum saat kedewasaannya dihinggapi rasa takut mati, kalau nantinya
dia melahirkan bayi. Akibatnya, fungsi keibuannya menjadi korban dari
ketakutan-ketakutan yang tidak disadari ini (yaitu akibat dari takut mati
sewaktu melahirka itu). Mereka kemudian menghidari perkawinan atau menghindari
mempunyai anak.
2.5 Reaksi Wanita Hiper Maskulin dan Reaksi Wanita Total
Pasif dalam Menghadapi Kelahiran
Wanita-wanita yang sangat aktif
dan hipermaskulin bersifat kejantan-jantanan ekstrim, sejak mula pertama
kehamilannya senantiasa diombang-ambingkan di antara keinginan instrinktif
untuk memiliki seorang anak melawan rasa keengganan untuk melahirkan anak
sendiri, karena anak tersebut diduga bisa menghambat kariere dan kebahagiannya.
Kehidupan emosionalnya senantiasa goyah dilanda kerinduan-cinta pada
seorang anak kontra kebencian akan mendapatkan keturunan. Kedua gejala tersebut
bisa memuncak, lalu meletus jadi fenomena neurotis yang obsesif. Sebagai
akibatnya, wanita tersebut tidak mempunyai kepercayaan diri, dan sering dikacau
oleh gangguan-gangguan saraf, antara lain berupa :
Migraine
atau sakit kepala yang hebat pada satu sisi kepalanya. Juga muncul banyak
konflik dalam batinnya.
Apabila wanita yang sedemikian ini
pada suatu saat bebar-benar menjadi hamil, maka konflik-konflik batinnya
menjadi semakin akut. Kahamilannya dirasakan sebagai suatu “ peristiwa mimpi”,
atau dirasakan sebagai pengalaman somnabulistis., seperti mimpi berjalan. Dan selalu
saja ia dikejar-kejar oleh emosi-emosi yang antagonistis.
Dia juga dimuati oleh macam-macam
kecemasan. Yaitu: cemas kalau sang bayi akan menghambat profesinya, bisa
mematikan segala bakat dan kemampuan ibunya, kecemasan merasa kalau-kalau ia
tidak mampu memelihara bayinya. Cemas kalau-kalau ia tidak bisa membagi
waktunya untuk menjamin kelancaran rumah tangga, mengasuh anak,, dan mencapai
karier dalam profesinya dan lain-lain. Jelaslah, bahwa sumber dari
konflik-konflik batin tadi adalah :
ü
Bertandingnya konflik-konflik yang lebih fundamental.
Yaitu antara dorongan maskulinitas melawan dorongan feminitasnya
ü
Dorongan maskulinitas lebih memberatkan prestasi,
kariere dan jabatan, sedang dorongan feminitas secara naluriah menginginkan
seorang anak sendiri.
Selanjutnya, pada saat kelahiran
bayinya, wanita bersifat hiper-maskulin ini akan berusaha mengatasi ketakutan
dan kesakitan jasmaniahnya dengan usaha sendiri, dan menganggap kelahiran
bayinya sebagai suatu “ prestasi pribadi”. Akan
tetapioleh karena usaha tersebut sifatnya sangat maskulin-agresif, maka
kegiatan tersebut justru mengacaukan kelahiran yang normal, dan semakin
mempersulit kelahiran bayinya dengan kemampuan sendiri. Lalu dia bersikap
hiper-pasif, dan membiarkan para dokter serta bidan melahirkan bayinya melalui
upaya pembedahan Caesar.
Kebalikan yang ekstrim dari wanita hiperaktif
ialah waktu yang mengalami proses kelahiran bayinya secara total-pasif. Selama
kehamilannya, wanita yang hiper-pasif ini sama sekali tidak menyadari keadaan
dirinya, dan tidak merasa bertanggung jawab pada segala sesuatu yang akan
terjadi pada dirinya. Ia Cuma tahu bahwa “perutnya” secara kebetulan ketempatan
“ satu buah janin”, yang kelak akan lahir dari dirinya. Selanjutnya, alam,
Tuhan, para bidan, dan para dokterlah yang harus “ bertanggung jawab” akan kelahiran bayinya
kelak,misalnya dengan pembelahan Caesar
Wanita tersebut tidak tahu bagaimana
seharusnya ia bersikap dan bertingkah laku. Ia mersa tidak perlu mengetahui
secara mendetail keadaan dirinya yang tengah hamil, karena hal ini dianggap
sebagai sesuatu yang tidak berguna, atau sebagai urusan ibunya atau suaminya,
dan bisa mengganggu ketenangan bathinnya.secara membuta ia mengikuti saja semua
sugesti dan instruksi orang lain.
Upaya menghilangkan semua bentuk
ketakutan dan bentuk kesakitan jasmaniahnya.
Tingkah laku wanita yang total-pasif
selama kehamilannya sangat khas, yaitu
1.
Selalu bergantung dan menempel pada ibunya atau
substitute/pengganti ibunya.
2.
Ia menyuruh suaminya sebanyak mungkinmelakukan semua
tugas-tugasnya
3.
Pada umumnya semua tingkah
lakunya sangat infantile, kebayi-bayian, kekanak-kanakan, lincah-gembira,
seakan-akan dunia ini penuh dengan nyanyian ria dan mainan belaka.
4.
Tetap saja ia bersikap sangat pasif
5.
Maka di tengah kelincahan-kegembiraan hati dan kondidi
perutnya yang semakin membesar, menampakan dirinya benar-benarmenyerupai
seorang gadis cilikyang tengah asyik bermain-main dengan bonekanya.
6.
Jika kehamilannya sudah menjadi semakintua, wanita
tersebut biasanya jadi sangat tidak sabaran, dan menjadi semakin pasif. Ia
banyak mengeluh, dan dan selalu saja mendesak-desak lingkungannya agar
kelahiran bayinya bisa dipercepat.
7.
Wanita yang pasif dan infantile ini mengalami
kehamilan dan kelahiran bayinya bagaikan satu perisriwa magis yang menakjubkan
8.
Otomatis,ia menyatakan kepada
dunia luar adanya “sesuatu benda” yang di-injeksikan/dimasukkan ke dalam
rahimnya melalui coitus, secara tidak sadar atau setengah sadar.
9.
Sama sekali tidak merasa bertanggung jawab akan mati
atau hidupnya “benda yang dititipkan dalam rahimnya”itu.
10.
Semua sikap tidak senang dan sikap bermusuh terhadapo
ibunya sendiri (jika hal ini ada), menjdai lenyap hilang sejak masa
kehamilannya. Sebab, sejak saat kehamilannya wanita tersebut ingin “
menyerahkan” semua tanggungjawab sendiri, dan “ menyerahkan anaknya yang bakal
lahir’ kepada ibunya”. Yaitu anak yang dianggap sebagai “endo-parasit”, dan
sebaiknya kelak diserahkan saja pada pertanggungjawaban ibunya.
11.
Oleh sikap sedemikian ini, pada umumnya, ia sanat
mengharapkan agar ibunya bersedia terus menerus menunggui dirinya di saat ia
hamil dan melahirkan bayinya, untuk memberikan asistensi pada kelahiran
janinnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semua
perempuan di dunia ini tumbuh dengan pengetahuan bahwa melahirkan itu sangat menyakitkan. Sayangnya, banyak perempuan yang merasa
sakit lebih parah lebih dari yang seharusnya
karena terpengaruh oleh rasa panik dan stres. Hal ini lazim dikenal sebagai
konsep rasa takut-tegang-nyeri (fear-tension-pain concept), yakni rasa
takut yang memicu ketegangan/kepanikan yang membuat otot-otot kaku, dan
akhirnya menyebabkan rasa sakit.. Pengaruh-pengaruh psikologis
ibu ikut memainkan peranan dalam fungsi reproduksi anak perempuannya
misalnya biasanya proses melahirkan itu
banyak dipengaruhi oleh proses identifikasi wanita yang bersangkutan dengan
ibunya. Jika ibunya mudah melahirkan anak-anaknya maka pada umumnya anak-anak
gadisnya kelak juga mudah melahirkan bayinya.. Banyak orang berspekulasi
tentang mudah atau sulitnya aktivitas melahirkan bayi, dengan memperbandingkan
prosesnya dengan berbagai suku bangsa yang mempunyai bermacam-macam budaya.
Proses kelahiran yang sulit inilah yang mendorong orang untuk mengembangkan
ilmu kebidanan dan kedokteran, guna memperingan penderitaan para ibu yang tengah
melahirkan bayinya.
3.2 Saran
Penulis
menyarankan bagi pembaca untuk membaca beberapa
buku referensi lainnya, agar lebih mengetahui dan memahami tentang adat
kebiasaan masa kelahiran.
Penulis juga menyadari
bahwa makalan ini belumlah sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalan-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar